P L S

PLS vs PNF

cacatan kecil buat Lilies, mahasiswi PLS UNEJ
Di dalam buku “Dasar-dasar Kependidikan”, hal: 22, karangan Drs.H.Fuad Ihsan, Penerbit: Rineka Cipta, seperti yang dikutip oleh admin imadiklus.com, dikatakan bahwa Pendidikan Luar Sekolah menyediakan program pendidikan yang memungkinkan terjadinya perkembangan peserta didik dalam bidang sosial, keagamaan, budaya, keterampilan, dan keahlian. Dengan pendidikan luar sekolah, setiap warga negara dapat memperluas wawasan pemikiran dan peningkatan kualitas pribadi dengan menerapkan landasan belajar seumur hidup. Dalam rangka mengimplementasikan pernyataan diatas, maka jurusan PLS menginstruksikan kepada mahasiswanya untuk melakukan “Studi lapang”. Terkait dengan itu, beberapa waktu yang lalu, penulis sempat bertemu dengan mahasiswa PLS yang sedang melakukan kegiatan “Praktek Lapangan” di lembaga yang bertanggung jawab menjaga keberlangsungan pendidikan nonformal, tepatnya di BPPNFI dan di SKB. Konon kata mahasiswi PLS yang cantik dan murah senyum itu, kegiatannya diprogramkan oleh jurusan PLS dalam rangka melihat langsung praktek  penyelenggaraan  program PNF. Mereka wajib melihat program PAUD, program Keaksaraan Fungsional, program Pendidikan Kesetaraan dan program life Skills yang dikemas dalam bentuk kursus keterampilan dan kelompok belajar usaha bersama berbasis pra-koperasi. Mereka pun dilibatkan dalam pembinaan rumah pintar, ikut melakukan visitasi kepada lembaga mitra calon penerima dana bantuan operasional, ikut melihat proses diklat KTSP bagi tutor paket B dan paket C. Merasakan langsung sebagai tutor PAUD, tutor KF dan tutor Kesetaraan.
menurut pengakuannya, bersentuhan langsung dengan program PNF di lapangan merupakan pengalaman pertama bagi mahasiswa yang sebentar lagi akan menyusun skripsi. Ternyata banyak teori yang mereka pelajari “tak seindah warna aslinya” dengan kondisi di lapangan. Apalagi penyelenggaraan program PNF dimasing-masing daerah itu sering tidak sama dan berbeda perlakuan yang dipengaruhi oleh tradisi, budaya, keadaan gegrafis, karakteristik dan motivasi peserta didiknya.
kiranya, mahasiswa PLS itu perlu juga mengetahui beberapa plesetan dari PLS yang didasarkan pada kenyataan yang menyertainya, seperti Pendidikan Luwes Sekali, ini dikarenakan proses pembelajarannya  sering dikompromikan dengan kesempatan dan kesepakatan antara tutor, peserta didik dan pengelola  program. ada juga Pendidikan Langsung Selasai, disebabkan banyak penyelenggara yang berani mengikutkan  peserta didiknya  langsung Ujian Nasional Pendidikan Kesetaraan tanpa melalui proses belajar mengajar. Disini yang penting adalah peserta didik mau membayar biaya yang ditetapkan, sehingga kesannya lembaga penyelenggara PNF itu “jualan ijasah”.  Masih banyak plesetan dari PLS, silahkan mencari sendiri sesuai dengan pangalaman lapangan yang ditemui.
Dari perbincangan dengan mahasiswa PLS yang sedang belajar mengakrapi program PNF di lapangan, ternyata dapat disimpulkan bahwa mahasiswa PLS perlu diperkenalkan pada calon  “Habitatnya” sejak dini  agar segera tumbuh kecintaannya pada penyelenggaraan program PNF, seperti PKBM, lembaga kursus, TBM, SKB, BPKB dan lainnya, termasuk kenal kepada profesi penilik PNF, FDI, TLD, Tutor, Pamong Belajar dan pengelola program serta forum-forum yang mewadahinya. Tak kalah pentingnya adalah, IMADIKLUS pun kayaknya harus pro aktif “menyapa” seluruh mahasiswa PLS agar berkenan berdialog tukar informasi menambah paseduluran lewat “imadiklus Indonesia” yang dapat membangun jejaring kemitraan dalam rangka menyuarakan nasib ijasah PLS beserta lulusannya.  IMADIKLUS juga harus berusaha memahamkan bahwa PKBM dengan berbagai program PNF itu jika dikelola dengan professional dan berani, ternyata juga bisa menjadi sebuah mata pencaharian yang cukup menjanjikan. Apalagi bagi lulusan PLS, ilmu tentang ke-PNF-an seperti yang dilakukan para pengelola PKBM sudah tuntas dipelajari sehingga layak untuk mempraktekkan dan langsung menekuni usaha PNF. Dengan kata lain, usaha PNF itu dapat dijadikan sebagai peluang usaha alternatif manakala ijasahnya tidak laku-laku untuk mendaftar sebagai calon pegawai negeri sipil karena keterbatasan formasi. Semoga catatan kecil ini bisa menambah semangat mbak Lilies yang manis untuk lebih mencintai dunia pendidikan nonformal beserta aneka warna problematikanya, sekaligus sebagai masukan untuk mbak lilies yang berbibir tipis ini agar segera sadar bahwa teori yang selama ini telah dikuasai ternyata perlu kreatifitas tinggi manakala harus diaplikasikan di lapangan. Semoga rencana mbak Lilies mendirikan PKBM sukses. [Eb/humas ipabipusat.org]